Saturday, June 23, 2012

"Mengenal Teknik Membaca" untuk Belajar yang Efektif


Kurikulum pendidikan saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen. Salah satu prinsip dalam mengembangkan KTSP adalah berpusat pada potensi. Penggunaan kata “kompetensi” sebagai basis kurikulum bertujuan untuk memberikan penekanan pada proses pembelajaran yang mengkondisikan setiap siswa agar mampu merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara utuh dalam kehidupan (Puskur, 2008).
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat dilakukan dengan membaca buku teks atau buku ajar. Carter dalam (Wiryodijoyo, 1989) mengartikan membaca sebagai sebuah proses berpikir, yang termasuk di dalamnya mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide-ide dari lambang. Proses membaca secara keseluruhan melibatkan berbagai aspek di antarannya ingatan, pengalaman, otak, pengetahuan, kemapuan bahasa, keadaan psikologis, dan emosional.
Kegiatan membaca terdapat berbagai ragam teknik membaca. Pemilihan teknik membaca bergantung pada kondisi bacaan dan tujuan membaca (Haryadi, 2006). Teknik membaca dapat diklarifikasikan menjadi tiga jenis yaitu teknik dasarteknik menengah, dan teknik lanjutan. Teknik dasar dan teknik menengah biasa digunakan bagi pembaca tingkat pemula. Teknik lanjutan yang merupakan teknik membaca cepat dibedakan menjadi dua teknik yaitu teknik skimming dan teknik scanning. Teknik scanning digunakan untuk menemukan kata tertentu dalam kamus atau mencari nomor telepon. Sedangkan teknik skimming merupakan keterampilan membaca yang diatur secara sistematis untuk mendapatkan hasil yang efisien. Dalam menggunakan teknik skimming diharapkan dapat  mengambil intisari dari suatu bacaan yang berupa ide pokok atau hal-hal yang penting (Soedarso, 2004). Teknik membaca skimming juga termasuk membaca cepat dan digunakan dengan lima tujuan, yaitu mengenal topik bacaan, opini, bagian penting organisasi bacaan, penyegaran dan memperoleh kesan umum dari sebuah buku yang dibaca.

Binatang Purba di Dunia Modern

    
Bagi masyarakat Flores, komodo adalah binatang pembawa berkah. Reptil raksasa itu telah melambungkan nama provinsi termiskin keempat dari 33 provinsi di Indonesia (BPS 2012) tersebut ke kancah nasional, bahkan internasional. Empat pulau habitat binatang itu, yaitu Komodo, Rinca, Gili Motong, dan Nusa Kode di Kabupaten Labuan Bajo, pun ramai didatangi pengunjung.




Komodo berangsur terkenal sejak ditemukan peneliti asing pada 1910. Seiring dengan popularitasnya yang mendunia, semakin banyak orang yang menyambangi keempat pulau  itu, terutama Pulau Komodo dan Rinca, dua pulau dengan populasi komodo terbanyak. Tak hanya wisatawan, banyak juga yang datang untuk meneliti keunikan binatang purba yang masih bertahan sampai sekarang 

PENDAHULUAN "Publikasi sebuah Peristiwa"

Sampai saat ini kita meyakini bahwa tanah yang kita pijak menyimpan sejuta momen dan peristiwa yang sangat bersejarah. Kita bisa tahu keperkasaan kerajaan Mataram, kewibawaan Sultan Hasanudin dan semangat juang rakyat Singosari dari sebuah prasasti yang ditemukan oleh sejarawan.

Thursday, June 21, 2012

PERAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM MASYARAKAT

Septiko Aji

Pendidikan adalah suatu usaha sadar manusia mempersiapkan generasi mudanya. Dalam mempersiapkan generasi muda tersebut, pendidikan harus mulai dari apa yang sudah memilikinya dan apa yang sudah diketahuinya. Apa yang sudah dimilikinya dan sudah diketahuinya itu adalah apa yang terdapat pada lingkungan terdekat peserta didik terutama pada lingkungan budayanya. Prinsip ini berkenaan dengan cara bagaimana peserta didik belajar.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan terdekat peserta didik akan selalu berpengaruh terhadap kehidupan peserta didik. Pengaruh itu terkadang positif tetapi tidak jarang pula bersifat negative. Sebagai upaya sadar, pendidikan haruslah memperkuat dan mengembangkan pengaruh positif dan mengurangi pengaruh negative tersebut. Pengaruh positif diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsa untuk menjadi sesuatu menjadi suatu kepribadian baru peserta didik. Dalam bahasa undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan berfungsi untuk “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

1. Pentingnya Pendidikan Multikultural
Jika dikaji lebih lanjut maka dunia pendidikan Indonesia tidak saja harus berlandaskan pada kebudayaan tetapi juga harus berhadapan dengan tugas harus mengembangkan berbagai budaya yang ada di tnah air dan menjadi bagian dari kehidupan peserta didik. Dalam realita sosial-budaya yang demikian maka pendidikan multikultural merupakan suatu kenyataan yang tak dapat dihindari. Hasan (2006) mengungkapkan ada lima alasan mengapa pendidikan multikultural diperlukan yaitu :
  • Perubahan kehidupan manusia Indonesia yang disebabkan kemajuan ekonomi memperbesar jurang sosial antara kelompok aras dan kelompok bawah.
  • Adanya perpindahan dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Perpindahan dan mobilitas yang tinggi menyebabkan adanya pertmemuan yang sering dan intens antara kelompok dengan budaya yang berbeda.
  • Semakin terbukanya daerah-daerah pedesaan.
  • Berbagai konflik sosial budaya yang muncul akhir-akhir ini memperlihatkan adanya kesalahfahaman budaya yang sangat besar antara kelompok yang bertikai. Dampak dari pertikaian itu menyakitkan kedua bekah oihak dan memerlukan upaya pendidikan untuk memperbaikinya.
  • Menghapus mitos dan tafsiran sejarah yang tidak menguntungkan bagi persatuan bangsa. Berbagai peristiwa mitos sejarah sangat merugikan hubungan antara kelompok budaya yang ada di Indonesia.
2. Pendidikan Multikultural sebagai Pengembang Kurikulum
Pendidikan multikultur adalah pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada siswa sebagai calon warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap multikulturalistik, bisa hidup berdampingan dalam keragaman watak kultur, agama dan bahasa, menghormati hak setiap warga negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau minoritas, dan dapat bersama-sama membangun kekuatan bangsa sehingga diperhitungkan dalam percaturan global dan nation dignity yang kuat.
Oleh karena itu, pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan pengembangan multikultural harus didasarkan pada empat prinsip. Pertama, keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat. Kedua, keragaman budaya dijadikan dasar dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum, seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi. Ketiga, budaya dilingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa. Keempat, kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan nasional.
Implementasi pendidikan multikultur pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dapat dilakukan secara komprehensif melalui pendidikan kewargaan dan melalui Pendidikan Agama, dapat dilakukan melalui pemberdayaan slot-slot kurikulum atau penambahan atau perluasan kompetensi hasil belajar dalam konteks pembinaan akhlak mulia, memiliki intensitas untuk membina dan mengembangkan kerukunan hidup antar umat beragama, dengan memberi penekanan pada berbagai kompetensi dasar sebagaimana telah terpapar di atas. Kemudian, juga harus dilakukan dalam pendekatan deduktif dengan kajian yang relevan, kemudian dikembangkan menjadi norma-norma keagamaan, norma hukum, etik, maupun norma sosial kemasyarakatan.

3. Pendidikan Multikultural sebagai Solusi Ancaman Keberagaman
Kata kunci istilah multicultural adalah kebudayaan. Meskipun istilah itu sampai saat ini masih menjadi perdebatan, tetapi tampaknya ada semacam kesepakatan bahwa kebudayaan merupakan bahasa, sejarah, kepercayaan, nilai moral, asal-usul geografis dan segara sesuatu yang khas dimilikioleh kelompok (Pradipto, 2005: 15). Kebudayaan tentu saja berbeda antara kelompok satu dengan yang lain dengan cirri khasnya masing-masing.
Sebenarnya keanekaragaman budaya yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia telah disadari dan dikenal sejak nenek moyang. Nilai-nilai luhur telah mewatak di antara anggota masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai moral ketimuran yang dapat dibanggakan. Adanya sikap gotong royong, saling menghargai satu sarna lain, mendahulukan kepentingan bersama dan kebersamaan merupakan pola perilaku yang mendarah daging kala itu. Keanekaragaman budaya Indonesis kemudian dikukuhkan di dalam Undangundang Dasar 1945. Pemerintahan Orde baru bahkan menanamkan slogan Bhinneka Tunggal Ika dengan persepsi yang kurang tepal Keragaman yang pada hakekatnya perlu adanya pemahaman multikultural justru dibelokkan dengan munculnya monokultural. Keberagaman tersebut diharapkan tetap berada dalan satu keutuhan dan kesatuan. Untuk itu adanya keberagaman itu sendiri menjadi kabur. Dalam hal ini, ada tarik-menarik kekuatan monokulturalisme dan multikulturalisme dalam konteks pengelolaan negara. Kesatuan, di satu sisi diperlukan sebagai kekuatan dala pengelolaan negara dan sebagai identitas nasional. Keberagaman, di sisi yang lain dapat membentuk negara. Monokulturalisme muncul dari kebutuhan untuk mempersatukan budaya yang berbeda. Multikulturalisme justru semakin kuat dengan mengedepankan kepentingan masing-masing budaya lokal.
Pendidikan multikultural merupakan serangkaian konsep, petunjuk tingkah laku dan arena yang secara resmi diformulasi melalui kurikulum, regulasi, metode pembelajaran, kemampuan guru, hubungan antar sekolah dan masyarakat dalam istilah multikulturalisme (Kusmaryani, 2006). Pendidikan yang mengedepankan isu keberagaman dalam masyarakat menjadi inti dari pendidikan multikultural. Pendidikan ini lebih menekankan pada penanaman moral dibandingkan dengan pola-pola pendidikan birokratis yang lebih mengorientasikan pada tampilan kecerdasan pikiran.
Pendidikan multikultural dipandang sebagai proses belajar altematif yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan lokal. Kebijakan otonomi pendidikan mendukung upaya yang mengedepankan kepentingan dan keberagaman lokal. Tantangan bagi pendidikan justru muncul ketika dihadapkan pada upaya mempertahankan keutuhan negara. Sekolah seringkali menjadi alat bagi dominansi otoritas nasional yang memikul beban untuk menjaga integrasi bangsa melalui pengajaran. Adanya kurikulum nasional dan standardisasi ujian merupakan contoh konkrit dari kasus tersebul Hal itu berangkat dari asumsi bahwa keberagaman harus tetap berada dalam keutuhan dan kesatuan, yang pada akhimya memunculkan monokulturalisme.

4. Pendidikan Multikultural sebagai Penanaman Moral
Dalam membentuk perilaku moral seseorang, proses-proses belajar memegang peranan penting. Untuk itu, pengaruh lingkungan sebagai tempat melakukan proses belajar sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral. Lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat ikut memberikan kontribusi yang pantas diperhitungkan. Lingkungan sekolah, terutama, menjadi institusi sentral yang diharapkan dapat memberikan pendidikan moral. Pada kenyataannya, ada semacam kecenderungan bahwa institusi sekolah terjebak dengan birokrasi persekolahan dan birokrasi kehidupan. Birokrasi tersebut melumpuhkan dan bahkan mematikan alam pikiran merdeka individu dan masyarakat organisasi. Pendidikan moral dan pembentukan moral tidak lagi menjadi komitmen. Orientasi dan perilaku moral dikesampingkan digantikan oleh kecerdasan pikiran, keahlian dan berbagai perilaku tampil di lapisan luar.
Dalam pendidikan multikultural, nilai-nilai kesetaraan dan kebersamaan perlu ditanamkan. Kusmaryani (2006) mengungkapkan sikap superioritas yang justru menghambat pemahaman akan keberagaman perlu dihilangkan. Hal ini seringkali terkait dengan kesukuan, ras, agama, jender dan sebagainya. Kelompok tertentu diharapkan tidak merasa lebih tinggi dari kelompok lain. Untuk itu, kerja belajar kooperatif dan kolaboratif dikembangkan secara aktif dalam memberikan kesadaran akan kesetaraan dan kebersamaan tersebut. Kerja belajar seperti itu akan membiasakan untuk berinteraksi dengan kelompok lain yang memiliki perbedaan. Seseorang akan berupaya bagaimana menyelesaikan tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuan yang sarna, meskipun dari kelompok yang berbeda-beda. Kondisi ini memaksa seseorang untuk lebih memahami kelompok lain maupun orang lain agar tujuan dapat tercapai dengan baik.
Kesadaran nilai kemanusiaan juga menjadi hal yang penting. Perlunya pemahaman akan adanya eksistensi manusia secara utuh. Memahami manusia dengan keberadaanya perlu menyadari bahwa manusia memiliki kemerdekaan yang perlu dihargai. Untuk itu, semua yang ada dalam diri manusia penting untuk dipahami ketika berinteraksi dengan manusia lainnya. Cara berpikir demikian akan memberikan konsekuensi munculnya perilaku interaktif yang positif. Perilaku tersebut seperti misalnya penghargaan terhadap orang lain, kesediaan untuk bergotong royong, tidak menghakimi orang lain, empati dan sebagainya. Perilaku moral yang demikian tampaknya perlu dijaga dan dilestarikan.

SNMPTN 2012 "Ketika Mereka yang Bersorak"



Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pola Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pola penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada perguruan tinggi melalui pola seleksi secara nasional dilakukan oleh seluruh perguruan tinggi negeri secara bersama untuk diikuti oleh calon mahasiswa dari seluruh Indonesia.

Berdasarkan hasil rapat Pengurus Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2011, para Rektor Perguruan Tinggi Negeri di bawah koordinasi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional menyelenggarakan seleksi calon mahasiswa baru secara nasional dalam bentuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). SNMPTN 2012 merupakan satu-satunya pola seleksi yang dilaksanakan secara bersama oleh seluruh Perguruan Tinggi Negeri dalam satu sistem yang terpadu dan diselenggarakan secara serentak. SNMPTN 2012 dilaksanakan melalui (1) jalur undangan berdasarkan penjaringan prestasi akademik, dan (2)jalur ujian tertulis.(khusus program studi Ilmu Seni dan Keolahragaan melaksanakan ujian keterampilan). Sejalan  dengan program Pemerintah tentang Bidikmisi, bagi calon yang dinyatakan diterima melalui  masing-masing jalur seleksi dapat mengajukan permohonan memperoleh beasiswa Bidikmisi sehingga mendukung keberlanjutan studinya.

Informasi ini menyajikan ketentuan umum SNMPTN 2012 yang terdiri dari dua bagian, yaitu: Bagian 1 (satu) tentang Jalur Undangan dan Bagian 2 (dua) tentang Jalur Ujian Tertulis dan Keterampilan. Informasi yang disajikan meliputi persyaratan, cara pendaftaran, jenis ujian, jadwal, biaya, dan kelompok Program Studi, baik Kelompok IPA maupun IPS, dari 61 Perguruan Tinggi Negeri. Informasi ini diterbitkan untuk dipergunakan dan dicermati secara seksama oleh calon peserta yang akan mengikuti SNMPTN 2012 sehingga calon peserta dapat mempersiapkan diri dalam memilih Program Studi yang dikehendaki dan dapat menjadi panduan awal untuk mengikuti proses seleksi SNMPTN dengan baik.

Secara rinci informasi tentang tata cara pendaftaran dan pelaksanaan SNMPTN akan dimuat dalam Buku Panduan Peserta SNMPTN 2012 yang dapat diakses di laman (website) resmi http://www.snmptn.ac.id. Mudah-mudahan Informasi ini bermanfaat bagi persiapan peserta untuk mengikuti SNMPTN.